follow me via twitter

Kamis, 01 Maret 2012

Aroma Sorga


Angin dingin di bulan Maret menyelimuti malam dingin kota Dallas tatkala seorang dokter berjalan memasuki kamar rumah sakit kecil yang ditempati Diana Blessing.
Sementara Diana masih pusing setelah menjalani pembedahan, suaminya, David, menggenggam tangannya saat mereka mencoba menguatkan diri untuk mendengar berita terakhir dari dokter.
Pada sore harinya, 10 Maret 1991, berbagai komplikasi memaksa Diana yang baru hamil selama 24 minggu untuk menjalani operasi caesar guna mengeluarkan putri barunya, Danae Lu Blessing. Dengan panjang 30 cm dan berat 708 gr, mereka segera tahu bahwa ia terlahir prematur dengan kondisi yang sangat berbahaya.
Namun demikian, perkataan yang lembut dari dokter itu terdengar bagaikan bom. “Saya pikir dia tidak akan bisa bertahan”, tuturnya selembut mungkin. “Hanya 10% kemungkinan dia bisa melewati malam ini. Dan bahkan seandainya ia berhasil bertahan dengan kesempatan yang tipis itu, masa depannya akan sangat mengerikan.”
Terdaim oleh ketidakpercayaan, David dan Diana mendengar dokter itu menguraikan berbagai masalah yang mungkin dihadapi Danae bila ia bertahan hidup. Ia tidak akan dapat berjalan. Ia akan rentan terhadap kondisi-kondisi menyedihkan lainnya mulai dari cerebral palsy (kelumpuhan yang terjadi karena adanya luka pada otak) sampai keterbelakangan mental.
“Tidak..... tidak !” Cuma itu yang bisa keluar dari mulut Diana.
Ia, David, dan putra mereka yang berusia lima tahun, Dustin, telah lama mengidam-idamkan seorang anak perempuan sehingga keluarga mereka akan terdiri dari empat orang. Kini, dalam hitungan waktu, impian itu mulai sirna.
Di sepanjang malam menjelang pagi hari manakal Danae sedang berjuang hidup, Diana tidur dengan keyakinan yang kian lama kian mantap bahwa putri mungil mereka itu akan hidup – hidup menjadi seorang gadis muda yang sehat dan bahagia. Namun David, yang terus terjaga dan mendengarkan penjelasan tambahan perihal kesempatan tipis putri mereka untuk dapat meninggalkan rumah sakit dalam keadaan hidup, apalagi sehat, tahu bahwa ia harus memperhadapkan istrinya pada kenyataan yang tak terelakkan.
David masuk ke kamar dan mengatakan bahwa kami perlu membicarakan persiapan pemakaman,” kenang Diana. “Saya merasa sangat tidak enak terhadapnya karena dia telah melakukan segala hal, berusaha melibatkan saya ke dalam apa yang sedang terjadi, tetapi saya tidak mau mendengarkan. Saya tidak mampu mendengarkan.
“Saya katakan, ‘Tidak, itu tidak akan terjadi, tidak akan ! Aku tidak peduli dengan kata-kata dokter itu. Danae tidak akan mati ! Suatu hari nanti ia akan membaik, dan akan pulang berkumpul bersama kita kembali !’”
Seakan-akan ingin hidup karena keteguhan hati Diana, Danae tetap hidup dari jam ke jam dengan bantuan mesin medis. Dan sungguh mengagumkan, tubuh kecilnya dapat bertahan. Namun setelah hari pertama itu berlalu, kesedihan baru menimpa mereka.
Karena susunan syaraf Danae yang belum berkembang pada dasarnya masih “mentah,” ciuman atau belaian terlembut sekalipun hanya akan meningkatkan ketidaknyamanannya. Oleh karena itu, mereka bahkan tidak dapat membuai bayi perempuan mereka dalam pelukan untuk memberikan kekuatan kasih mereka. Saat Danae berjuang seorang diri dibawah sinar ultraviolet dengan selang dan kabel yang silang-menyilang, yang dapat mereka lakukan hanya berdoa agar Allah tetap dekat dengan gadis kecil  mereka yang sangat berharga itu.
Danae tidak pernah secara mendadak lebih kuat. Namun dengan berlalunya minggu demi minggu, secara perlahan berat badannya bertambah, begitu pula dengan kekuatannya.
Akhirnya, ketika Danae berusia dua bulan, orangtuanya dapat menggendongnya untuk pertama kalinya. Dan dua bulan kemudia – meski dokter tetap memperingatkan dengan lembut namun tegas bahwa kesempatan hidupnya, apalagi kesempatan untuk hidup normal, mendekati nol – Danae dibawa pulang dari rumah sakit, seperti yang telah diprediksi oleh sang ibu.
Sekarang, lima tahun kemudia, Danae menjadi seorang gadis mungil bersemangat dengan mata abu-abunya yang menarik dan semangat hidup yang tak tergoyahkan. Tidak ada tanda-tanda gangguan fisik atau mental pada dirinya.
Ia memiliki apa saja yang dimiliki oleh seorang gadis cilik yang normal, dan bahkan lebih dari itu. Hal yang membahagiakan itu belum berakhir sampai di sini.
Pada suatu sore yang sangat panas di musim panas tahun 1996, dekat rumahnya di Irving, Texas, Danae sedang duduk di pangkuan ibunya di tempat duduk terbuka di stadion bisbol setempat di mana tim bisbol kakanya, Dustin, sedang berlatih. Seperti biasa, Danae selalu berbicara tanpa henti dengan ibunya dan dengan beberapa orang dewasa lainnya yang duduk di dekat situ. Namun, tiba-tiba ia terdiam.
Sembari menyilangkan tangannya di dada, Danae bertanya, “Bu, Ibu mencium bau sesuatu ?”
Sambil membaui udara dan mencium akan datangnya hujan angin, Diana menyahut, “Ya, sepertinya bau hujan.”
Danae memejamkan matanya dan bertanya lagi, “Apakah ibu mencium bau itu ?”
Sekali lagi ibunya menjawab, “Ya, Ibu rasa kita akan basah kuyup. Itu bau hujan.”
Pada saat itu juga Danae menggeleng-gelengkan kepalanya, menepuk bahunya yang kurus dengan tangannya yang kecil dan dengan suara keras berkata, “Bukan, itu adalah bau Dia. Itu adalah bau Allah bila Ibu menyandarkan kepala di dada-Nya.”
Air mata mengaburkan pandangan mata Diana ketika dengan bahagia Danae melompat turun dari pangkuannya dan bermain bersama anak-anak lain sebelum hujan turun. Perkataan gadis cilik itu meneguhkan apa yang telah diketahui oleh Diana dan oleh seluruh anggota keluarganya besar Blessing dari semula, setidaknya dalam hati mereka.
Selama hari-hari yang panjang di masa dua bulan pertama kehidupannya, tatkala ia tak dapat disentuh karena syarafnya terlalu sensitif, Allah-lah yang mendekap Danae – dan aroma-Nya yang penuh kasih itulah yang Danae ingat dengan sangat baik.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar