follow me via twitter

Selasa, 21 Mei 2013

MENJADI TELADAN

Naskah Khotbah:
MENJADI TELADAN
(1TIMOTIUS 4:12)[1]
Oleh: Christian Y. F. Bu’ulölö
Nas Alkitab: 1Timotius 4:12 “Jangan seorang pun menganggap engkau rendah karena engkau muda. Jadilah teladan bagi orang-orang percaya, dalam perkataanmu, dalam tingkah lakumu, dalam kasihmu, dalam kesetiaanmu dan dalam kesucianmu.”
Pendahuluan:
Beberapa waktu yang lalu seorang pendeta besar di Amerika, pimpinan National Association of Evangelicals, menuliskan sebuah surat kepada jemaat dan majelis gerejanya dan sekaligus membacanyakannya di hadapan puluhan ribu jemaat yang dipimpinnya. Demikian isi surat tersebut:
Jemaat New Life yang terkasih,
Saya sangat menyesal telah mengecewakan, mengkhianati, dan menyakiti kalian semua. Saya menyesal telah memberi teladan yang sangat buruk bagi kalian….. Saya sangat menyesal atas semua kejadian ini yang telah membuat Saudara sekalian dipermalukan….. saya telah melakukan dosa imoralitas seksual, dan saya bertanggungjawab sepenuhnya atas semua itu. Saya adalah penipu dan pendusta. Dalam diri saya, ada bagian yang sangat gelap dan menjijikkan yang saya lawan terus-menerus sejak remaja sampai hari ini. Terkadang saya menikmati kemenangan dan sukacita karena bebas dari hal itu. Tetapi terkadang sisi gelap itu kembali muncul, menjerat saya dengan pikiran-pikiran yang bertentangan dengan segala sesuatu yang saya percaya dan kotbahkan.
Karena dosa yang diperbuatnya, sang pendeta akhirnya dipecat dari posisinya sebagai Pendeta Senior di gereja yang ia bangun sendiri duapuluh tahun yang lalu. Coba bayangkan jika saudari/i yang berada pada posisi pendeta tersebut!
Barangkali saudara/i berkata, “unek-unek saya tidak akan terbongkar, saya akan menjaganya sedemikian rupa !” Atau Saudara/i berkata, “Bukankah Tuhan menjaga dan melindungi aku di dalam naungan sayapnya, sehingga aku akan menjadi teladan yang baik ?” Apapun jawaban kita, survey membuktikan, tidak sedikit anak-anak Tuhan dan juga hamba-hamba Tuhan, jatuh di tengah-tengah pelayanannya. TIDAK MENJADI TELADAN.
Keteladanan memberikan dampak yang luar biasa, membawa perubahan yang nyata. Bahkan keteladanan adalah jawaban terbaik atas fitnahan. Pada saat Plato dituduh hidup tidak bermoral, ia berkata : “baiklah kita harus hidup sedemikian rupa sehingga semua orang akan melihat bahwa tuduhan itu tidak benar”. Ya, itulah cara terbaik menghadapi fitnahan bahkan ancaman yang datang melanda.
Perintah – yang dalam bentuk kini aktif imperatif – Paulus kepada Timotius dikarenakan:
1.      Keadaan di luar gereja / persekutuan kristen perdana[2].
  1. Efesus yang mapan dalam komunitasnya sebagai komunitas yang mendapat anugerah kewargaan Negara Romawi yang besar-besaran.
  2. Kota dengan sistem demokratis yang mapan, ada dewan kota (dewan besar), ada dewan pengadilan (dewan kecil), dll.
  3. Ilah-ilahnyanya (seperti:dewi Artemis, yang dikenal juga sebagai Diana, dengan 24 bundaran di dadanya; penemuan terkini menyatakan bahwa bulatan ini adalah telur burung unta, yang juga merupakan lambing kesuburan di desa-desa Yunani[3] yang terkenal, bahkan patung-patungnya jadi income bagi para pembuat patung.
  4. Kota terpenting di Propinsi Roma wilayah Asia, terletak di pantai barat Turki modern, memiliki pelabuhan yang baik (yang terbuka terhadap berbagai hal: nilai, sikap dan tujuan hidup) yang memungkinkan terjadinya berbagai sinkristisme.
  5. Memiliki gedung teater, perpustakaan. Pusat pendidikan.
  6. Ibadah kepada kaisar yg dimotori oleh wangsa Julius-Claudius dan kuil-kuil dibangun untuk menghormati kaisar Klaudius, Hadrianus dan Severus.
2.      Keadaan di dalam gereja / persekutuan Kristen perdana.
  1. Guru-guru bidat dengan ajaran sesatnya. Ajaran-ajaran yang beredar dan berlawanan dengan ajaran para rasul, yang telah diketahui / dipelajari (termasuk juga jemaat di Efesus) oleh Timotius.
  2. Peribadatan.
  3. Para pejabat gereja.
  4. Etika hidup umat Tuhan.
3.      Usia Timotius yang muda namun memiliki tanggungjawab yang besar.
4.      Bahaya kemurtadan yang telah[4] dan akan melanda gereja.
Dari uraian di atas, terlihat jelas bahwa Timotius sedang diperhadapkan dengan banyak tantangan, baik dari dalam gereja, luar gereja dan juga dari dirinya sendiri. Tantangan ini adalah bahaya besar bagi pelayanannya. Bahkan, ditambah lagi bahaya yang dilihat oleh Paulus dalam Roh tentang datangnya kemurtadan, dengan tanda ajaran dan praktek asketis (4:8), memaksanya memberi instruksi dan metode terbaik bahkan detail kepada Timotius untuk menghadapi tantangan iman. Di antara[5] instruksi-instruksi dan metode-metode tersebut adalah: menjadi teladan dalam perkataan, perbuatan dan sikap”.
Setelah Timotius memiliki bekal yang mapan secara pengetahuan terhadap Injil yang murni, Paulus memerintahkan dia untuk menjadi teladan. Di sini kita bisa melihat bahwa, Paulus tidak mengabaikan pengetahuan atau penggunaan logika terhadap kebenaran Injil. Namun logika yang berpetualang mencari kebenaran iman harus tunduk kepada otoritas Injil, selain itu, Injil harus dinyatakan dalam praksis hidup.
Paulus memerintahkan supaya kebenaran Injil itu berpadanan dengan hidupnya, yaitu dengan menjadi teladan. Antara pengajaran (verbal) dan praktek hidupnya (non-verbal) harus berimbang. Karena kedua hal ini tidak bisa dipisah. Bahkan kalau didalami, verbal dan non-verbal itu satu dalam kesatuan, yaitu sebagai perilaku. Hal itu dikarenakan:
1.      Perilaku verbal dan non-verbal dirangkai satu sama lain.
Bukan hanya apa yang kita katakan (ajarkan) penting, bagaimana kita mengatakannya juga sama pentingnya !
Semua terikat bersama di dalam peristiwa komunikasi yang sama.
Bukan hanya apa yang kita katakan penting, apa yang kita kerjakan juga sama pentingnya !
2.      Sikap hidup / komunikasi non-verbal jauh lebih signifikan dari yang biasa dipikirkan.
Jadi, bersama Donald Guthrie, kita bisa mengatakan: “bahwa dibandingkan usaha memerangi mitos-mitos bodoh dari para guru palsu, pengaruh teladan – Timotius – akan lebih kuat melawan mereka[6].
Dengan demikian, satu saja tindakan ceroboh, satu saja luapan emosi watak yang tiba-tiba, atau satu saja tindakan pura-pura akan merusakkan bahkan menghancurkan berita yang disampaikan oleh Timotius.
Analisa teks:
“Jangan seorang pun menganggap engkau rendah karena engkau muda. Jadilah teladan bagi orang-orang percaya, dalam perkataanmu, dalam tingkah lakumu, dalam kasihmu, dalam kesetiaanmu dan dalam kesucianmu.”
Kepada Timotius diharuskan untuk berperilaku menurut standar-standar yang ditentukan dan dinyatakan oleh Allah di dalam kitab suci. Sikap yang bersifat bibliosentris (sola scriptura) / theosentris.
Kalimat: Jangan seorang pun menganggap engkau rendah karena engkau muda berkasus kini aktif imperatif, yang mau menjelaskan: usaha yang sedang dan atau berulang-ulang dilakukan untuk tidak dianggap rendah. Timotius sendirilah yang harus melakukan. Ini adalah perintah / permintaan yang tegas. Keinginan Paulus supaya Timotius tidak dianggap rendah bisa terwujud ketika Timotius menggunakan kehendak keteladanannya untuk mempengaruhi kehendak orang lain”.
Muda (Yun: νεοτητος): dalam kemiliteran, kata ini adalah batas usia masuk militer hingga umur 40 tahun. Diperkirakan Timotius bertobat dan menjadi rekan kerja Paulus tahun 48 dan berumur 20 tahun. Jika perkiraan bahwa surat ini ditulis tahun 63 benar, maka diperkirakan juga bahwa umur Timotius pada saat itu 35 tahun[7]. Dia harus memberi instruksi kepada orang yang lebih tua dari dia, jemaat bahkan pra pejabat gereja.
Selain karena masalah umur, Paulus diperintahkan supaya jangan ada yang mencemoohkan dirinya juga karena masalah tentang kepribadiannya. Kepribadian Timotius, menderita penyakit (sehingga disuruh minum sedikit anggur memperlancar pencernaan), pemalu, lebih cenderung dipimpin. Dan juga karena orang muda dipandang dengan kecurigaan tertentu.
Jadilah teladan (Yun: τυπος): yang diterjemahkan teladan juga berarti: model, gambar, ideal atau pola.
Perkataan (Yun: λογω): apa yang dikatakan.
Tingkah Laku (Yun: αναστροφη): cara hidup, perilaku.
Kasih (Yun: αγαπη): berbicara tentang tindakan yang dilakukan secara ikhlas tanpa dipengaruhi keadaan. Kasih ini tidak dapat ditahan. Kasih ini berbicara tentang kepedulian.
Kesetiaan (Yun: πιστει; padanan kata pistis yang artinya iman): berbicara tentang ketetapteguhan / ketahanan dalam mempertahankan keyakinan walaupun situasi tidak mendukung.
Kesucian (Yun: αγνεια): berbicara tentang cara hidup yang sesuai dengan standar Kristus, istilah umum bagi kehidupan yang benar.
Timotius harus teladan baik secara verbal maupun non-verbal. Sikap “perkataan dan tingkah laku” harus terlihat dalam “kasih, kesetiaan dan kesucian” hidup.
Dari perintah Paulus ini, jelas bahwa: “kewibawaan kepemimpinan tidak terletak pada hal-hal lahiriah (mis., kekayaan, penggunaan kekerasan, kepintaran, etc.,) tetapi dalam keteladanan hidup”.
Penutup
Sejarah membuktikan bahwa: mis., berkat keteladanan dari Pdt. Laszlo Tokes, Pdt. Peter Dugulescu, Pemuda Daniel Gavra membuat tersingkirkannya gerakan komunisme yang dipimpin oleh Nicolae Ceausescu (tahun 1970-an) di Rumania. Tepatnya, peristiwa reformasi yang digerakkannya (Pdt. Laszlo Tokes) itu mulai pada tahun 1987dan mencapai klimaksnya pada malam menjelang natal 1989. Hal ini bisa kita bandingkan dengan keteladanan dari para reformator dalam membaharui ajaran gereja dengan prinsip sola scriptura, sola fide, sola gratia.
Di Efesus, berkat keteladanan Timotius dan dibantu dengan rekannya yang lain, menjadikan Efesus sebagai pusat kekristenan di Asia, bahkan di kemudian hari, Yustinianus membangun sebuah gereja di situ, yang dikhususkan bagi rasul Yohanes. Kelalaian untuk menjadi teladan dari para pemimpin berikutnya membuat kekristenan di Efesus kehilangan kasih, bahkan kini tinggal sejarah, gereja yang ada di Efesus diganti dengan sebuah mesjid Persia.
Kita sebagai tenaga yang sedang diproses bahkan yang sudah menjadi hamba Tuhanwalaupun kita dari segi usia relatif muda marilah kita menjadi teladan. Keteladanan memberikan dampak yang luar biasa, membawa perubahan yang nyata. Bahkan keteladanan adalah jawaban terbaik atas fitnahan. Baiklah pengetahuan kita tentang kebenaran Allah kita wujudnyatakan dalam praksis hidup. Injil itu harus berpadanan dengan hidup kita. Biarlah kita jangan hanya sebagai penyampai kebenaran itu, tetapi sekaligus pelakunya. Satu saja tindakan ceroboh, satu saja luapan emosi watak yang tiba-tiba, atau satu saja tindakan pura-pura akan merusakkan bahkan menghancurkan berita yang disampaikan oleh Timotius. Kewibawaan kepemimpinan tidak terletak pada hal-hal lahiriah (mis., kekayaan, penggunaan kekerasan, kepintaran, etc.,) tetapi dalam keteladanan hidup”.
Kalau keteladanan memberikan dampak yang besar / luar biasa, kenapa anda / kita tidak menjadi teladan ?


[1] Disampaikan dalam ibadah gabungan STTBNKP Sunderman, pada tanggal 04 Mei 2013.
[2] Di Efesus ini, di kemudian hari, Yustinianus membangun sebuah gereja di situ, yang dikhususkan bagi rasul Yohanes, lalu gereja itu juga diganti oleh sebuah mesjid Persia.
[3] John Stambaugh dan David Balch, Dunia Sosial Kekristenan Mula-Mula (Jakarta: BPK Gunung Mulia, cet., ke-4, 2008), hlm.183.
[4] Misalnya Hieronimus dalam 1:20.
[5] Hal tersebut adalah: bekerja sama dengan saudara/i; menjauhi takhayul; Membangun kehidupan jemaat dan menjadi teladan dalam perkataan, perbuatan dan sikap; bertekun dalam pelayanan dan membangun atau mengembangkan karunia yang ia miliki.
[6] Donald Guthrie, Pengantar Pernjanjian Baru Volume 2 (Surabaya: Momentum, cet. I., 2009), hlm.232.
[7] M. E. Duyverman,  Pembimbing ke Dalam Perjanjian Baru (Jakarta: BPK Gunung Mulia, cet., ke-18, 2010), hlm.164.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar